Fhoto Bagian 1

Foto Ujian Kompetensi

Fhoto Bagian 2

Seorang Guru yg kompak dengan muridnya dalam bercanda tawa.

Fhoto Bagian 2

RAPAT DEWAN GURU.

Fhoto Bagian 3

Siswa TKJ sedang Bercocok tanam

Fhoto bagian 4

Guru yg sedang mengawasi siswa yang sedang mencari tugas di internet.

Fhoto Bagian5

Beberapa siswa hunting didepan hasil tanaman mereka.

Fhoto Bagian 2

Windows XP CHKDSK.

Selasa, 01 Januari 2013

DOWNLOAD KOMIK NARUTO BAHASA INDONESIA TERLENGKAP


Akhirnya selesai juga memposting dan mengupload komik naruto. Oh iya, karena saya menguploadnya di 4shared.com, jadi teman-teman gak usah menunggu lama tuk mendownload komik naruto yang ada di blog ini. apalagi jika teman-teman menggunakan IDMan. dijamin, gak sampe semenit untuk mendownload 1 komik naruto ini. akhir kata selamat mendownload yagh...

Berikut daftar komik naruto bahasa indonesia yang ada di blog ini, silakan klik linknya untuk menuju chapter yang ingin di download;



  1. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 1 SAMPAI 244
  2. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 245 SAMPAI 369
  3. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 370 SAMPAI 390
  4. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 391 SAMPAI 410
  5. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 411 SAMPAI 430
  6. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 431 SAMPAI 450
  7. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 451 SAMPAI 470
  8. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 471 SAMPAI 490
  9. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 491 SAMPAI 510
  10. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 511 SAMPAI 530
  11. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 531 SAMPAI 550
  12. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 551 SAMPAI 570
  13. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 571 SAMPAI 590 
  14. DOWNLOAD KOMIK NARUTO CHAPTER 591 SAMPAI 615 (baru)
  15. DOWNLOAD KOMIK NARUTO BONUS CHAPTER (baru)

ADAKAH YANG NAMANYA PACARAN ISLAMI?


Pacaran, setiap kali kita mendengarnya akan terlintas dibenak kita sepasang anak manusia yang tengah dimabuk cinta dan dilanda asmara, saling mengungkapkan rasa sayang serta rindu. Lalu kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah "ada pacaran islami" tanpa harus melanggar batasan-batasan syariat?
CINTA, FITRAH ANAK MANUSIA 
Manusia diciptakan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala  dengan membawa fitrah (insting) untuk mencintai lawan jenisnya. sebagaimana firman-Nya, artinya, 
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Âli-'Imrân: 14).

Berkata Imam Qurthubi, "Allah  memulai dengan wanita karena kebanyakan manusia menginginkannya, juga karena mereka merupakan jerat-jerat setan yang menjadi fitnah bagi kaum laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Tiadalah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita." (HR. Bukhârî dan Muslim).

Oleh karena itu, wanita adalah fitnah terbesar dibanding yang lainnya. (Lihat Tafsîr al Qurthubî 2/20). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun, sebagai manusia, tak luput dari rasa cinta terhadap wanita. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Disenangkan kepadaku dari urusan dunia wewangian dan wanita." (HR. Ahmad dan selainnya dengan sanad hasan).

Karena cinta merupakan fitrah manusia, maka Allah  menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman di surga dengan bidadarinya.
 

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalihah." (HR. Muslim).
 
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, artinya, "Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahmân: 70).
 

Namun, Islam sebagai agama paripurna para rasul, tidak membiarkan fitnah itu mengembara tanpa batas, Islam telah mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan cinta, juga bagaimana batas pergaulan antara dua insan lawan jenis sebelum nikah, agar semuanya tetap berada dalam koridor etika dan norma yang sesuai dengan syari'at.


ETIKA PERGAULAN LAWAN JENIS DALAM ISLAM 

1. Menundukan Pandangan terhadap Lawan Jenis
 
Allah memerintahkan kaum laki-laki untuk menundukan pandangannya, sebagaimana firman-Nya, artinya, "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nûr: 30).
 
Sebagaimana hal ini juga diperintahkan kepada wanita beriman, Allah berfirman, artinya, "Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluan-nya." (QS. An-Nûr: 31).
 

2. Menutup Aurat
 
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya." (QS. An-Nûr: 31).
Juga firman-Nya, artinya, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzâb: 59).
 

3. Adanya Pembatas Antara Laki-laki dengan Wanita
Seseorang yang memiliki keperluan terhadap lawan jenisnya, harus menyampaikannya dari balik tabir pembatas. Sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab." (QS. Al-Ahzâb: 53).





Halaman  1    2    3

BEBERAPA KELEMAHAN HADITS TENTANG FADHILAH SURAH YASIN



Tidak diragukan lagi, bahwa munculnya  ditengah-tengah  masyarakat perbuatan yang berbau syirik, khurafat dan bid’ah dikarena-kan mereka tidak bisa membedakan mana yang bid’ah dan mana yang khilafiyyah (perbedaan pendapat),tersebab sikap ta’ashub madzhabiy (fanatik terhadap golongan) dan taqlid buta yg berlebih-lebihan serta ketidak pahaman mereka terhadap hadits-hadits yang dha’if (lemah) maupun maudhu (palsu).  Berikut ini akan diuraikan kelemahan hadits-hadits tentang fadhilah (keutamaan) surat Yasin.

>>Hadits Pertama
 “Barang siapa yang membaca surat Yasin pada setiap malam, diampuni (dosa-dosa) nya”.
     
Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi di kitabnya Syu’abul Iman dan hadits ini tidak ada seorangpun ulama ahli hadits yang menshahih-kannya. Lihat kitab Jami’us shagier oleh Imam As Suyuti, jilid 2 bagian huruf MIM halaman 178 dan kitab Dhaif Jami’is shagier wa ziyaadatihi oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dibagian huruf MIM.

>>Hadits  Kedua
“Barang  siapa membaca (surat) Yasin pada malam hari, maka pada waktu pagi hari ia mendapat ampunan”.
     
Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dan Abu Nu’aim dikitabnya Al-Hilyah.  Menurut Imam Ibnul Jauzi: “Hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya” dan menurut Imam Daraquthni: ”Muhammad bin Zakaria yang ada di sanad hadits ini adalah pemalsu hadits. Ringkasnya: Hadits ini maudhu (Palsu) yang tidak ada asalnya.  Lihat kitab Al-Maudhuat jilid 1 halaman 246 dan 247 oleh Ibnul Jauzi.

>>Hadits  Ketiga
“Barangsiapa yang membaca surat Yasin satu kali, maka seolah-olah ia membaca Al-Qur’an dua kali”.
)
     
Hadits ini diriwayatkan Baihaqi di kitabnya Syu’abul Iman dan hadits ini termasuk maudhu (Palsu) yang tidak diketahui asal usulnya. Lihat kitab Jami’us shagier oleh Imam As Suyuti, jilid 2 bagian huruf MIM halaman 178 dan kitab Dhoif  Jami’is shagier wa ziyaadatihi oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dibagian huruf MIM.

>>Hadits  Keempat
“Barangsiapa yang membaca surat Yasin satu kali, maka seolah-olah ia membaca Al-Qur’an sepuluh kali”.
     
Hadits ini juga hadits maudhu (Palsu) yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang tidak diketahui asal-usulnya. Selain itu hadits ketiga dan keempat diatas saling bertentangan. Lihat kitab Jami’us shagier oleh Imam As Suyuti, jilid 2 bagian huruf MIM halaman 178 dan kitab Dhoif Jami’is shagier wa ziyaadatihi  oleh Muh. Nashiruddin Al-Albani dibagian huruf MIM.

>>Hadits Kelima
“Sesungguhnya bagi tiap-tiap sesuatu itu mempunyai hati, dan hati Al-Quran itu ialah surat Yasin. Oleh karena itu barang siapa yang membaca surat Yasin, maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu sama seperti pahala mem-baca sepuluh kali Al-Qur’an”.
     
Hadits ini diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam sunan Tirmidzi jilid 4 hadits No. 3048, Hal. 337 setelah meriwayatkan hadits ini ia berkata: ”Harun Abu Muhammad yang ada dalam sanad hadits tersebut adalah Majhul (tidak dikenal sifat dan keadaan dirinya oleh ahli hadits) dan Imam Ibnu Hajar di kitabnya Tahdzibut-tahdzib juga menerangkan perkataan Imam Tirmidzi tersebut. Sedangkan rawi yang Majhul ulama-ulama ahli hadits memasukkannya ke dalam derajat rawi yang dhaif (lemah) yang riwayatnya tidak boleh diterima dan di amalkan.  Menurut Imam Abu Hatim yang merupakan salah seorang Imam ahli hadits yang telah meneliti satu persatu keadaan rijalul hadits (orang-orang pada sanad) mengatakan “bahwa Muqotil yang ada di sanad hadits ini bukan Muqotil bin Hayyan, tapi Muqotil bin Sulaiman salah seorang pendusta”. Jika hal ini benar maka tidak diragukan lagi bahwa hadits ini adalah Maudhu (Palsu). Lihat Silsilah hadits dhaif wal maudhu jilid 1, halaman 202, hadits no: 169 oleh Muh. Nashiruddin Al-Albani & tafsir Ibnu Katsir jilid 3, halaman 562.

>>Hadits  Keenam
(
“Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati diantara kamu”.
     
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasaa’i. Menurut Imam An Nawawy isnad hadits ini dha’if (lemah) di dalamnya terdapat dua perawi yang Majhul (tidak dikenal sifat dan keadaan diri-nya oleh ahli hadits); pertama: Abu Utsman, berkata Imam Ibnul Mundzir: “Abu Utsman dan bapaknya bukan orang yang masyhur (terkenal disisi ahli hadits) Lihat di Aunul ma’bud syarah Abu Dawud jilid 8 halaman 390. Imam Ibnul Qaththan berkata: ”Hadits ini ada illat (penyakit) nya serta Mudtharib (goncang) karena Abu Utsman dan bapaknya majhul”. Kedua, Bapaknya Abu Utsman, selain ia majhul juga rawi yang Mubham (seorang rawi yang ada di sanad satu hadits yang tidak disebut namanya)

Maka dengan sendirinya gugurlah hadits ini ke derajat dhaif yang tidak boleh diamalkan (sebab bukan sabda Rasulullah).

>>Hadits Ketujuh
“(surat) Yasin itu hatinya Al-Qur’an, tidak membacanya seseorang karena Allah dan kampung Akhirat, melainkan dia akan diampuni.  Oleh karena itu bacalah surat Yasin itu untuk orang-orang yang akan mati diantara kamu”
     
Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal, derajat hadits ini juga Dhaif karena disanadnya juga terdapat Abu Utsman dan bapaknya dua orang rawi yang telah kita ketahui kelemahannya. Lihat Nailul Authar jilid 4, halaman 52, kitab Subulus Salam jilid 2, halaman 90, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, halaman 32 dan jilid 3 halaman 562.
     
Hadits keenam dan ketujuh ini dijadikan dalil oleh mereka yang membolehkan membaca surat Yasin disisi orang yang telah mati. Sebetulnya kalimat  yang dikehendaki di hadits 6 dan 7 itu ialah orang yang “hampir mati” bukan yang “telah mati”.
Perhatikan sabda Rasulullah  :
“Ajarkan oleh kamu orang-orang yang akan/ hampir mati diantara kamu: “Laa Ilaaha Illallah”(HSR. Muslim, Abu Daud, Nasaa’i, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)Apakah kita mau berkata bahwa yang diperintahkan Nabi di hadits ini supaya kita mengajarkan kalimat Laa ilaaha illallah terhadap orang yang “telah mati”? Tentu tidak demikian !! Karena yang dimaksud Nabi adalah orang yang “hampir mati” supaya akhir perkataannya kalimat tauhid.  Ini sesuai dengan sabda beliau dibawah ini:
“Barangsiapa yang akhir dari perkataan-nya Laa Ilaaha Illallah maka ia akan masuk surga”. (HHR. Hakim, Ahmad dan lain-lain).
     
Akan tetapi, karena hadits  keenam dan ketujuh diatas itu dhaif (bukan sabda Rasulullah ), maka membaca Yasin disisi orang yang hampir mati maupun yang telah mati tidak boleh dikerjakan baik pada hari wafatnya atau hari lainnya seperti hari ketiga, kesepuluh, keempat puluh atau satu tahun setelah wafatnya,  karena tidak ada contoh dan perintahnya dari Rasulullah  maka hal itu adalah BID’AH, dikarenakan:

Pertama : Ber’amal dengan hadits dhoif (nomor 6 dan 7)
Kedua : Salah dalam memahami hadits tersebut
Rasulullah bersabda :
“Semua perbuatan bid’ah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya di Neraka” (HSR. Muslim )
     
Hendaknya kaum muslimin mau belajar “sadar” bahwa yang biasa mereka kerjakan yaitu ramai-ramai membaca surat Yasin disisi orang mati adalah perbuatan BID’AH. Tidakkah mereka fikirkan salah satu ayat yang terdapat di dalam surat Yasin itu, yang mana Allah berfirman:
“Supaya  ia (Al-Qur’an) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP…" (QS. Yasin :70).
     
Allah menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur’an ini menjadi peringatan untuk orang-orang yang hidup. Sedangkan saudara-saudara kita membacakan surat Yasin ini di hadapan orang-orang yang mati (mayat). Subhanallah !!!
)

PERINGATAN
Perlu diketahui bahwa tulisan ini bukanlah larangan kepada kaum muslimin dan muslimat untuk membaca surat Yasin karena seluruh surat yang ada dalam Al-Qur’an adalah baik dan disyariatkan untuk dibaca akan tetapi tidak boleh mengkhususkan surat tertentu atau mengutamakannya dari surat-surat yang lain tanpa disertai dalil yang shohih –Wallahu al Muwaffiq- (Al Fikrah/ABU  HANAFI) Disarikan dari kitab 25 masalah penting dalam Islam oleh Abdul Hakim bin Amir Abdat


DOWNLOAD THIS MOVIE QUICKLY WITH USENET - 14 Free days

PERBEDAAN ANTARA WALI ALLAH DENGAN WALI SETAN

PERBEDAAN ANTARA WALI ALLAH DENGAN WALI SETAN

Di masyarakat, wali adalah gelar yang memiliki prestise tinggi. Orang yang dianggap sudah mencapai derajat wali, segala tindakan dan ucapannya bak titah raja, harus diterima dan dilaksanakan meski tak jarang melanggar syariat.

Mendengar kata wali, akan segera terbayang dalam benak kita sosok manusia luar biasa, ajaib, dan sakti. Itulah pemahaman umum masyarakat kita terhadap sosok seorang wali. Tak heran, seorang ulama atau kyai, meski sering bertingkah aneh, suka nyeleneh, pun dinobatkan sebagai wali.

Mestinya, keadaan ini tidak terjadi bila masyarakat paham bahwa tidak semua orang yang dianggap sebagai wali adalah betul-betul seorang wali. Sebaliknya, bisa jadi dia adalah wali setan.

Siapa Wali Allah?
Istilah wali menurut Ahlusunnah wal Jamaah adalah setiap mukmin yang bertakwa dan selain nabi.  Jadi, siapa saja yang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhaanahu Wata’ala adalah wali. Karena derajat keimanan dan ketakwaan bertingkat-tingkat, maka derajat kewalian—yaitu kecintaan dan pertolongan Allah pada hamba-Nya—juga bertingkat-tingkat. Yang dimaksud dengan wali adalah orang yang senantiasa menyempurnakan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan kemampuannya, serta sebagian besar kondisinya berada dalam keimanan dan ketakwaan. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza Wajalla, artinya,

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63).

Allah menyebutkan bahwa wali-Nya adalah orang yang beriman dan bertakwa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Wali Allah hanyalah orang yang beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beriman dengan apa yang dibawanya, dan mengikuti secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, namun tidak mengikuti beliau, maka tidak termasuk wali Allah. Bahkan jika dia menyelisihinya, maka termasuk musuh Allah dan wali setan. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’.” (QS. Ali Imran: 31).

Hasan Al Bashri berkata, “Suatu kaum mengklaim mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka.”

Allah menjelaskan dalam ayat tersebut, barangsiapa mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam maka Allah akan mencintainya. Namun siapa yang mengklaim mencintai-Nya tapi tidak mengikuti beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam maka bukan termasuk wali Allah. Walaupun banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai wali Allah, tetapi kenyataannya mereka bukanlah wali-Nya.

K.H. Hasyim Al Asy'ari—rahimahullah—(tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, NU) berkata, "Barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah tanpa mengikuti sunnah, maka pengakuannya adalah kebohongan." (Ad Durar Al Muntasirah, hal. 4).

Maka keliru, pemahaman yang berkembang di masyarakat kita saat ini, bahwa wali itu identik dengan ulama atau kyai yang memiliki keajaiban dan ilmu yang aneh-aneh. Meskipun dia adalah seorang kyai yang banyak meninggalkan kewajiban syariat, pernyataannya sering merugikan dan menyakiti umat Islam, mengobok-obok syariat, bahkan menjadi penolong musuh-musuh Allah, Yahudi dan Nasrani.

Karamah para Wali
Allah Subhaanahu Wata’ala dan Rasul-Nya menerangkan, karamah memang ada pada sebagian manusia bertakwa, baik dulu, sekarang, maupun yang akan datang, sampai hari kiamat. Di antaranya apa yang Allah kisahkan tentang Maryam di dalam surat Ali Imran: 37, kisah Ashhabul Kahfi dalam surat Al Kahfi, dan kisah pemuda mukmin yang dibunuh Dajjal di akhir jaman. Selain itu, kenyataan yang kita lihat atau dengar dari berita yang mutawatir, karamah itu memang terjadi di jaman kita ini.

Adapun definisi karamah adalah kejadian di luar kebiasaan yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I’tiqad, 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah, 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin—rahimahullah).

Wali, Tak Mesti Punya Karamah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah—menyatakan bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karamah bisa jadi lebih utama dari yang memilikinya. Karena itu, karamah yang terjadi di kalangan para tabi’in, lebih banyak daripada karamah yang terjadi di kalangan para sahabat. Padahal para sahabat lebih tinggi derajatnya daripada para tabi’in. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa, 11/283).
Singkatnya, wali yang memiliki karamah, belum tentu lebih mulia dan utama dari wali yang tidak memiliki karamah.

PEMUDA DAN BAU SURGA

PEMUDA DAN BAU SURGA

Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah rhodiyallaahu ‘anhu, Rasululllah shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “ Ada tujuh golongan orang yang mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain dari naunganNya… diantaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melakukan ketaatan kepada Allah.”
Dan di dalam sebuah hadits shohih yang berasal dari Anas bin an-Nadhr rhodiyallaahu ‘anhu, ketika perang Uhud ia berkata,”Wah …. angin surga, sunguh aku telah mencium wangi surga yang berasal dari balik gunung Uhud.”

 Seorang Doktor bercerita kepadaku, “ Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata pasien tersebut adalah seorang pemuda yang sudah meninggal – semoga Allah merahmatinya -. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?

Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya –semoga Allah membalas segala kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh.

Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit dan mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah ia marah dan jengkel ? Atau apa?          

            Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka,

‘Jangan khawatir! Saya akan meninggal … tenanglah … sesungguhnya aku mencium wangi surga.!’ Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat tersebut di hadapan para dokter yang sedang merawat. Meskipun mereka berusaha berulang-ulang untuk menyelamatkannya, ia berkata kepada mereka, ‘Wahai saudara-saudara, aku akan mati, maka janganlah kalian menyusahkan diri sendiri… karena sekarang aku mencium wangi surga.’



            Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’ Ruhnya melayang kepada Sang Pencipta subhanahu wa ta’ala.

            Allahu Akbar … apa yang harus aku katakan dan apa yang harus aku komentari…Semua kalimat tidak mampu terucap … dan pena telah kering di tangan… Aku tidak kuasa kecuali hanya mengulang dan mengingat Firman Allah subhanahu wa ta’ala, “ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat.” (Ibrahim : 27)

Tidak ada yang perlu dikomentari lagi.

            Ia melanjutkan kisahnya,

            “Mereka membawa jenazah pemuda tersebut untuk dimandikan.  Maka ia dimandikan oleh saudara Dhiya’ di tempat pemandian mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan  yang terakhir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesudah shalat Magrib pada hari yang sama.



   1. Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullaah Shallallaahu ‘alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat”. Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah.
   2. Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga pada persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Pada tubuh orang yang sudah meninggal itu (biasanya-red) dingin, kering dan kaku.
   3. Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.



Subhanalllah … Sungguh indah kematian seperti itu. Kita memohon semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugrahkan kita khusnul khatimah.

Saudara-saudara tercinta … kisah belum selesai…



            Saudara Dhiya’ bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabnya?



            Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya?

Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia dapatkan husnul khatimah (insyaAllah –red) yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-ngidamkann ya; meninggal dengan mencium wangi surga.



            Ayahnya berkata, “Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapat melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah. Ia gemar menghafal al-Qur’an dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU.”



Aku katakan, “Maha benar Allah” yang berfirman (yang artinya-red)



“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan  (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fhushilat:30- 32)



Diambil dari : Serial Kisah Teladan Karya Muhammad bin Shalih Al-Qahthani, sebagaimana yang dinukil dari Qishash wa ‘Ibar karya Doktor Khalid al-Jabir.

BAHAYA DAN CARA MENGATASI RIYA'

BAHAYA DAN CARA MENGATASI RIYA'

Bahaya Riya
Bahaya riya’ telah banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
diantaranya:
1. Riya’ menghapus amal shalih..
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:


إِنَّ أَخْوَ فَ مَا أَخَافُ عَلَـيْكُمُ الشـِّرْكُ اْلأَصْغَرُ . قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ’ وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ . الرِ يــَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيـَا مَةِ إِذَا جَزَي النــَّـا سَ بـِأَعْمَالِهِمْ : اِذْهَبُوْا إِلَـى الَّذِ يْنَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ فِي الدُّ نــْــيَا فَا نْظُروُ ا، هَلْ تـَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً . رواه أحمد والبغوي


“Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil“. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu ?” Beliau menjawab, “ Riya’.” Allah ? berfirman kepada mereka pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal manusia,” Pergilah kepada orang - orang yang kalian berbuat riya’ di dunia apakah kalian mendapat kebaikan di sisi mereka?” (Diriwayatkan Ahmad dan Al-Baghawy)
Wahai saudara seiman, hati-hatilah terhadap riya’ ini,karena ia sejelek-jelek bencana, merusak kebaikan serta membuat amal perbuatan laksana debu yang beterbangan.

2. Riya’ adalah syirik yang tersembunyi.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

: اَلاَّ أُخْبِرُ كُمْ بـِمَا هُوَ أَخْوَ فُ عَلَـيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ : اَلشِّرْكُ الْخَفِىُّ إِنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ فَيُصَلِّى فَيُزَ يـِّنُ صَلاَ تـَهُ لِمـَا يــَرَى مِنْ نـــَظَرِرَجُلٍ . رواه ابن ماجه

“Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih aku takuti kepadamu dari pada Masihi Dajjal ? Yaitu syirik yang tersembuny : Seorang berdiri mengerjakan shalat lalu ia menghiasinya karena ada yang melihatnya” (HR. Ibnu Majah, hadits ini hasan)

3. Riya’ menambah kesesatan.
Firman Allah ‘Azza Wajalla
yang artinya:
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (QS. Al-Baqarah : 9-10)

Hal-hal Yang Tidak Tergolong Riya’
1. Menampakkan syiar-syiar Islam, dengan tujuan bukan agar manusia memujinya dan menyanjungnya.
2. Seorang hamba yang di puji oleh manusia lain atas kebaikannya tanpa maksud minta dipuji.
3. Giatnya seorang hamba berbuat kebaikan tatkala melihat/ menyaksikan para ahli ibadah serta bergaul dengan orang-orang yang ikhlas dan shalih.
4. Menyembunyikan Dosa.
5. Memperbagus pakaian, sandal atau yang lainnya dengan tidak meremehkan orang lain (sombong)

Terapi Riya’

1. Membiasakan diri menyembunyikan amalan
Hal ini telah banyak dicontohkan oleh para salafus shaleh mereka berusaha menyembunyikan amalan yang dapat disembunyikan untuk menghindari riya’ dan menjaga/ mengawasi hati-hati mereka terhadap amalan yang tidak mungkin dapat disembunyikan.
2. Mengetahui dan mengingat bahaya riya’
Terkadang kecenderungan untuk berbuat riya’ sering muncul dalam diri seseorang karena syetan tidak akan meninggalkannya sekalipun pada saat beribadah, ia akan terus menawarkan bisikan-bisikan riya kepadanya. Jika ia menyadari akan bahaya riya, kemurkaan Allah dan adzab yang diterimanya maka akan timbul rasa takut dan tidak suka akan perbuatan tersebut. Dan apalah artinya pujian dan sanjungan mereka kalau hanya membuat Allah murka.
3. Berdoa.
Abu Musa Al-‘Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu
berkata, pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
berkhutbah kepada kami: ”Wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya’) karena ia lebih tersembunyi dari pada rayapan seekor semut”, lalu salah seorang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana kita mewaspadainya ? Beliau menjawab: Berdoalah dengan doa ini:

اَللَّهُمَّ إِنــــَّـا نـَعُوْذُبـِكَ اَنْ نـُشْرِكَ بِكَ شـَـيْئـًا نـَعْلَمُهُ وَ نــَشْتـَغـْفِرُ كَ لمِاَ لاَ نــــَـعْلَمْهُ

“Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan-Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui.” (HR. Ahmad)
Wahai saudaraku tidak sepantasnya bagi seorang hamba berputus asa dari berbuat ikhlas, menyangka bahwa yang mampu melaksanakannya hanyalah orang-orang yang kuat semata, lalu ia tidak mujahadah (bersungguh-sungguh) untuk meraihnya. Padahal orang yang lemah harus lebih bermujahadah untuk meraihnya.

HUKUM DARI SHALAT BERJAMAAH

HUKUM DARI SHALAT BERJAMAAH

Hukum dari shalat berjamaah-Fungsi & fadhilah shalat berjama'ah yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, merupakan suatu jaminan yang pasti akan diperoleh oleh pelakunya selama dia melaksanakannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, semoga fadhilah-fadhilah tersebut memantapkan keyakinan dan menguatkan semangat kita untuk selalu melaksanakannya secara maksimal, namun terkadang kita masih mendapatkan kaum muslimin yang masih bermalas malasan untuk melaksanakan shalat berjama'ah hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang hukum shalat berjama'ah itu sendiri.
Hukum Shalat Berjama'ah Para fuqaha (ahli fiqh) antara lain dari kalangan Madzhab Maliki, Syafi'i, dan sebagian Madzhab Hanafiyah berpandangan bahwa hukum shalat berjama'ah adalah sunnah muakkadah ada pula sebagian fuqaha mengatakan hukumnya wajib kifayah begitulah pendapat kedua dari mazhab Syafi'i sedangkan fuqaha lainnya lagi mengatakan wajib 'ain, demikianlah pandangan Atha, Al-Auza'i, Abu Tsaur dan umumnya tokoh madzhab Hambali dan Zhohiri. Pendapat ketiga inilah yang paling kuat, berdasarkan banyaknya riwayat yang shahih tentang kewajiban shalat berjama'ah bagi setiap muslim yang terlepas dari udzur. Adapun dalil-dalinya adalah :
Dalil Dari Al-Qur'an
1. Perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melakukan ruku' bersama orang-orang yang ruku', Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
( وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ ( البقرة : 43

"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku" (QS. Al Baqarah :43) Konteks ayat "Ruku'lah bersama orang-orang yang ruku', mengisyaratkan wajibnya shalat berjama'ah sebab jika dikatakan ayat diatas hanya menunjukkan perintah shalat maka lafadz "Wa aqimush shalah" (Dirikanlah shalat) itu sudah cukup. Berkata Al Hafizh Ibnul Jauzi رحمه الله ketika menafsirkan ayat ini : "Yaitu shalatlah bersama-sama orang yang shalat" (Lihat Zaadul Masiir 1:75) Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan "Dan banyak para ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil diwajibkannya shalat berjama'ah".(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1:85) Jika dikatakan bahwa perintah "Ruku'lah bersama orang-orang yang ruku', juga telah dikatakan kepada Maryam padahal sebagaimana yang diketahui bahwa wanita tidak wajib shalat berjama'ah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

( يَامَرْيــَمُ اقْنُتِي لِرَبــِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ ( آل عمران :43

"Hai Maryam, ta`atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku`lah bersama orang-orang yang ruku". (Ali Imran : 43) Maka kita katakan bahwa ayat ini tidak mewajibkan atas wanita umumnya akan tetapi perintah tersebut dikhususkan untuk Maryam, karena ibu beliau pernah bernadzar untuk menjadikannya hamba yang selalu tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan untuk beribadah kepadaNya serta mengabdi dan memakmurkan masjid, sedangkan wanita selain beliau lebih utama melaksanakan shalat di rumah mereka masing-masing, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam :

( صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِي اْلمَسْجِدِ ( رواه حاكم

"Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada shalatnya di masjid" (HR. Hakim) 

2. Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah dalam keadaan takut.
Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah bukan hanya diperintahkan ketika dalam keadaan tenang/ damai bahkan hal ini juga diperintahkan ketika dalam keadaan takut, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata". (QS. Annisa : 102) Telah disebutkan di atas bahwa "..dan hendaklah datang segolongan kedua yang belum shalat, lalu bershalatlah bersamamu...". Ini adalah dalil bahwa shalat berjama'ah adalah fardhu 'ain, bukan fardu kifayah, ataupun sunnah. Jika hukumnya fardhu kifayah, pastilah gugur kewajiban berjama'ah bagi kelompok kedua karena telah ditunaikan oleh kelompok pertama. Dan jika hukumnya adalah sunnah, pastilah alasan yang paling utama untuk meninggalkan shalat berjama'ah adalah karena takut. Kalau saja Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap mewajibkan untuk shalat berjama'ah dalam keadaan takut/ perang maka tentunya dalam situasi tenang dan aman hukumnya akan lebih wajib. 

3. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلاَ يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبـْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ : القلم:42-43

"Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera." (QS.Al-Qalam 42-43) Berkata Said bin Musayyib رحمه الله ketika menafsirkan ayat di atas : "Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan hayya 'alashshalah hayya 'alal falah namun mereka tidak memenuhi panggilan tersebut" Berkata Ka'ab bin Al-Ahbar رحمه الله berkata "Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan kecuali sebagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalat berjama'ah" 

Dalil Dari As-Sunnah
1. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk melaksanakan shalat berjama'ah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :

فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُـؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمـَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ  :  رواه البخاري و مسلم

"...Apabila telah datang waktu shalat maka azanlah untuk kalian salah seorang dari kalian dan hendaklah menjadi imam orang yang paling tua diantara kalian" (HR. Bukhari dan Muslim) Dan hal yang memperkuat wajibnya melaksanakan shalat secara berjama'ah adalah perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk melaksanakannya bagi musafir walaupun hanya dua orang saja. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :

( إِذَا أَنــْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنـــَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمـَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا( رواه البخاري

"Apabila kalian berdua keluar (musafir) maka adzanlah kemudian iqamahlah lalu hendaklah menjadi imam diantara kalian yang tertua" (HR. Bukhari)

2. Larangan keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :

إِذَا كُنـــْتُمْ فِي الْمـــَسْجِدِ فَنــُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَلاَ يَخْرُجْ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُصَلِّيَ : رواه أحمد

"Apabila kalian berada di dalam masjid kemudian dikumandangkan adzan untuk shalat maka janganlah salah seorang dari kalian keluar (dari masjid) hingga ia melaksanakan shalat" (HSR. Ahmad) Oleh sebab itu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menghukumi orang yang keluar dari masjid setelah adzan sebagai orang yang telah bermaksiat terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Sya'tsa' beliau berkata : "Kami duduk-duduk di dalam masjid bersama Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu lalu dikumandangkan adzan maka berdirilah seorang laki-laki lalu berjalan kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengikutinya dengan pandangan hingga keluar masjid lalu berkata : "Adapun orang ini maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam) " (R. Muslim) 

3. Tidak adanya keringanan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk meninggalkan shalat berjama'ah.

Diriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasululllah Shallallahu 'alaihi wa Sallam:

يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِي قَائِدٌ لاَ يُلاَئِمُنِي فَهـَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَـيْتِي قَالَ : هَلْ تَسْمَعُ النـِّدَاءَ قَالَ نَعَمْ قَالَ : لاَ أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
رواه أبو داود :


"Wahai Rasulullah ! Saya adalah orang yang buta, rumah saya jauh (dari masjid), dan saya tidak mempunyai penuntun yang selalu menuntun saya (ke masjid) Apakah saya mendapatkan keringanan untuk shalat (fardhu) di rumah ? Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam : "Apakah kamu mendengarkan adzan ?", beliau menjawab "Ya", lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Saya tidak mendapatkan keringanan untukmu" (HSR. Abu Daud) Di dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak memberikan keringanan kepada Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu 'anhu untuk shalat fardhu di rumahnya (tidak berjama'ah) kendati ada alasan, diantaranya karena beliau orang yang buta, rumahnya jauh dari masjid dan tidak mempunyai penuntun yang selalu menuntunnya menuju ke masjid, dan diriwayat lain disebutkan bahwa beliau telah lanjut usia, banyak hewan-hewan buas yang berkeliaran di sekitar kota Madinah dan adanya pohon-pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang ada diantara rumah beliau dan masjid. 

4. Keinginan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam membakar rumah orang-orang yang tidak melaksanakan shalat berjama'ah

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَـتِي فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ ثُمَّ أَاتِيَ قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي بُيُوتِهِمْ لَيـْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهـَا عَلَيـْهِمْ
رواه أبو داود :


"Sungguh aku ingin memerintahkan anak-anak muda untuk mengumpulkan ikatan kayu bakar kemudian saya mendatangi sekelompok kaum yang shalat di rumah-rumah mereka (masing-masing) tanpa ada udzur lalu aku membakar rumah mereka" (HSR. Abu Daud) Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله : "Adapun hadits yang terdapat dalam bab ini maka nampak bahwa shalat berjama'ah hukumnya fardhu 'ain sebab seandainya hukumnya sunnah niscaya orang yang meninggalkannya tidaklah diancam bakar dan seandainya hukumnya adalah fardhu kifayah niscaya shalat yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersama shahabatnya telah cukup" (Lihat Fathul Baari 2:125-126) Perkataan Salafus Shalih Berkata Abdullah bin Mas'ud رحمه الله : "Barang siapa yang mendengar panggilan shalat (adzan) kemudian dia tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa adanya alasan syar'i, maka tidak ada shalat baginya". 

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada seluruh kaum muslimin.
-Abu Muhammad Muhammad Salim Ahmad-

KEUTAMAAN DAN FAEDAH MEMBACA AL-QUR'AN

KEUTAMAAN DAN FAEDAH MEMBACA AL-QUR'AN

Keutamaan dan faedah membaca Al-Qur'an-Sesungguhnya Al Qur'an diturunkan tidak lain kecuali untuk suatu tujuan yang agung yaitu sebagai pelajaran dan hukum. Adapun pada saat ini, banyak manusia yang meninggalkan kitab yang agung ini, tidak mengenalnya kecuali hanya pada saat-saat tertentu saja, "Diantara mereka ada yang hanya membaca saat ada kematian, diantara mereka ada yang hanya menjadikannya sebagai jimat dan diantara mereka ada yang hanya mengenalnya pada saat bulan Ramadhan saja."

Memang benar bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur'an, kita dianjurkan agar memperbanyak membaca Al Qur'an pada bulan ini. Namun tidak sepantasnya seorang muslim berpaling dari kitab yang mulia ini di luar bulan Ramadhan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjanjikan keutamaan yang begitu banyak bagi para pembacanya meskipun di luar bulan Ramadhan, dan diantaranya adalah : 

1. Memperoleh kesempurnaan pahala
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَـتْـلُونَ كِتَابَ اللهِ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنـــْفَقُوا مِمَّـا رَزَقْـنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَ نِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ . لِيُـوَفّـِـيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيـَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ . فاطر : 29-30

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. Fathir : 29-30) Berkata Qatadah : "Mutharrif رحمه الله apabila membaca ayat ini beliau berkata : "ini ayat para qari'" (Lihat Tafsir Ibnu Katsir III: 554)

2. Syafa'at bagi pembaca Al Qur'an
Dari Abu Umamah, ia berkata : "Saya mendengar Rasulullah Radhiyallahu 'anhu bersabda :
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يـَأْتِي يَوْمَ الْقِـيَامَةِ شَفِيعًا ِلأَصْحَابِهِ . رواه مسلم
"Bacalah Al Qur'an karena sesungguhnya Al qur'an itu akan datang di hari kiamat untuk mmeberi syafa'at bagi yang membacanya" (HR. Muslim)
Dan dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
الصّـِيَامُ وَالْقُرْآنُ يـَشْفَعَانِ لِلْـعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصّـِيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّــهَوَاتِ بِالـنَّــهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيـــَــقُولُ الْقُرْآنُ مَــنَــعْتُهُ الـنَّــوْمَ بِاللَّـيْلِ فَشَــفِّعْنِي فِيهِ قَالَ: فَيُشَفَّعَانِ رواه أحمد
"Puasa dan Al Qur'an akan memberi syafa'at kepada hamba kelak di hari kiamat, puasa berkata : "Ya Rabbku saya telah mencegahnya dari memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa'at kepadanya. Dan berkata Al Qur'an :"Saya telah mencegahnya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa'at kepadanya, Nabu bersabda :"Maka keduanya memberikan syafa'at" (HR. Ahmad) 

Oleh karena itu dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al Qur'an Al Karim terutama di bulan Ramadhan, karena bulan ini merupakan bulan Al Qur'an. Para ulama As salaf Ash Shalih bila menghadapi bulan Ramadhan mereka menyambutnya dengan membaca Al Qur'an lebih banyak dari bulan lainnya. Mereka menyibukkan diri dengan tadarrus Al Qur'an, mempelajarinya, mengajarkannya dan qiyamul lail dengan membaca ayat-ayatnya agar mereka beruntung mendapat syafa'at dari puasa dan Al Qur'an yang mereka baca serta agar mendapatkan ridha dan syurganya dari Ar Rahman. 

3. Pahala yang berlipat ganda bagi orang yang membaca Al Qur'an
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Radhiyallahu 'anhu bersabda :
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ . رواه الترمذي
"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur'an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengatakan " الم "Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf" (HHR. Tirmidzi) 

4. Mengangkat derajat di Syurga
Dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Radhiyallahu 'anhu bersabda :
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَـنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا
رواه الترمذى و أبو داود
"Dikatakan kepada Ahli Al Qur'an : "Bacalah dan keraskanlah dan bacalah (dengan tartil) sebagaimana engkau membacanya di dunia, sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kau baca" (HHR. Tirmidzi) 

5. Belajar dan mengajarkan Al Qur'an adalah amalan yang terbaik
Dari Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Radhiyallahu 'anhu bersabda :

خَـيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ . رواه البخاري

"Sebaik-baik orang diantara kalian adalah yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari)
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : "Tidak diragukan lagi bahwa orang yang menggabungkan dalam dirinya dua perkara yaitu mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya, dia menyempurnakan dirinya dan orang lain, berati dia telah mengumpulkan dua manfa'at yaitu manfa'at yang pendek (kecil) dan manfa'at yang banyak, oleh karena inilah dia lebih utama" (Lihat Fathul Bari 4:76) 

6. Empat Keutamaan bagi kaum yang bekumpul untuk membaca Al Qur'an
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata Rasulullah Radhiyallahu 'anhu bersabda :
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَـيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَـتْـلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيـَـتَدَارَسُونَهُ بَـيْـنَـهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَـيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَـتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ . روا مسلم
"Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah Allah (masjid) mereka membaca kitabullah dan saling belajar diantara mereka, kecuali Allah menurunkan ketenangan kepada mereka, mereka diliputi rahmat, dinaungi malaikat dan Allah menye butnyebut mereka pada (malaikat) yang didekatNya" (HR. Muslim)
Maka berbahagilah ahlul Qur'an dengan karunia yang agung dan kedudukan yang tinggi ini, maka sungguh sangat mengherankan orang yang masih bermalas-malasan bahkan berpaling dari majelis Al Qur'an. 

7. Membaca Al Qur'an adalah perhiasan Ahlul Iman
Dari Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Radhiyallahu 'anhu bersabda :
مَـثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ اْلأُتْرُجَّةِ رِيحُـهَا طَـيِّبٌ وَطَعْمُـهَا طَـيِّبٌ وَمَـثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَـثَلِ التَّمْرَةِ لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُـهَا حُلْوٌ وَمـَـثَلُ الْمُـنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَـثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُـهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُـهَا مُرٌّ وَمـَـثَلُ الْمُـنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَـثَلِ الْحَـنْظَلَةِ لَـيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُـهَا مُرٌّ . رواه البخاري و مسلم
"Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur'an itu bagaikan jeruk limau; harum baunya dan enak rasanya dan perumpamaan orang mu'min yang tidak membaca Al Qur'an itu bagaikan buah kurma; tidak ada baunya namun enak rasanya. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur'an itu bagaikan buah raihanah; harum baunya tapi pahit rasanya dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur'an itu bagaikan buah hanzhalah; tidak ada baunya dan pahit rasanya" (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang mu'min yang tidak membaca Al Qur'an berati ia telah menghilangkan salah satu sifat esensinya yaitu baik pada zhahirnya. Ini merupakan kekurangan bagi pribadi seorang muslim, yang seharusnya mampu membaca Al Qur'an, menghafalkannya dan mentadabburinya tapi justru melalaikannya 

8. Membaca Al Qur'an tidak sebanding dengan Harta benda dunia.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Radhiyallahu 'anhu bersabda :
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلاَثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ قُلْـنَا : نَعَمْ ، قَالَ : فَثَلاَثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ رواه مسلم
"Apakah salah seorang diantara kalian senang bila pulang kepada keluarganya dengan mendapatkan tiga ekor unta khalifat yang gemuk-gemuk ?" Kamipun berkata : "Ya" Beliau bersabda : "Maka tiga ayat yang dibaca oleh seseorang diantara kalian dalam shalatnya itu lebih baik dari tiga ekor unta khalifat yang gemuk-gemuk" (HR. Muslim)
Harta yang paling dicintai orang Arab pada waktu itu adalah unta khalifat, apabila unta khalifat yang besar lagi gemuk memiliki nilai kekayaan yang besar yang diperebutkan manusia, maka sesungguhnya belajar atau membaca satu ayat dari kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih baik disisi Allah dari pada unta tersebut.
Bersegera membaca Al Qur'an lebih banyak manfa'atnya dari pada berdesak-desakan memperebutkan harta kekayaan dunia yang akan sirna tidak meninggalkan bekas. Adapun bacaan Al Qur'an maka pahalanya tersimpan untukmu. 

9. Keutamaan orang yang mahir membaca Al Qur'an
Dari Aisyah رضي الله عنها ia berkata, Rasululah Radhiyallahu 'anhu bersabda :
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيـَـتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَـيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
رواه مسلم
"Orang yang mahir Al Qur'an bersama para malaikat yang mulia dan baik-baik dan orang yang membaca Al Qur'an dan terbata-bata membacanya dengan mengalami kesulitan melakukan hal itu maka baginya dua pahala" (HR. Muslim) 

Setelah anda ketahui wahai saudaraku muslim pahala besar dan kedudukan yang dicapai orang yang membaca Al Qur'an maka tidak ada kewajiban bagi anda kecuali menyingsingkan lengan untuk bersungguh-sungguh, banyak membaca Al Qur'an dan mentadabburinya serta menjaga kontinuitas amal itu, tidak putus atau malas pada bulan Ramadhan atau pun bulan-bulan lainnya -Wallahu Musta'an-

Abu Ubaidillah Syahrul Qur'ani 

Maraji':
1. Warattilil Qur'ana Tartila, Washaya wa Tanbihat fit Tilawah wal Hifdzi wak Muraja'ah (Terj), Dr. Anis Ahmad Karzun
2. Kaifa Na'isyu Ramadhan (Terj), Abdullah Ash Shalih
3. Bida'un Naas Fil Qur'an (Terj), Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz

PENGERTIAN PUASA 'ASYURA DALAM BULAN MUHARRAM

PENGERTIAN PUASA 'ASYURA DALAM BULAN MUHARRAM

Pengertian puasa 'asyura dalam bulan Muharram-Sesungguhnya   bulan  Allah Muharram merupakan bulan yang agung lagi penuh berkah, Muharram adalah awal bulan pada tahun hijriyah dan termasuk salah satu dari bulan - bulan haram, sebagaimana firman Allah I yang artinya : 
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di-antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. At Taubah :36)
       Adapun maksud dari firman Allah I “Janganlah kamu menganiaya diri kamu” yakni, pada bulan-bulan haram karena kesalahan atau dosa yang dikerjakan waktu itu lebih besar dibandingkan dengan kesalahan atau dosa yang dikerjakan pada bulan-bulan selainnya. Berkata Qatadah رحمه الله : “Sesungguhnya kezholiman yang dikerjakan pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan jika dikerjakan di luar bulan-bulan haram, walaupun sebenarnya kezho-liman di dalam segala hal dan keadaan meru-pakan dosa besar akan tetapi Allah I senan-tiasa mengagungkan dan memuliakan bebera-pa perkara/ urusan menurut kehendakNya”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat At Taubah: 36).
      Diriwayatkan dari Abu Bakrah t, Nabi r bersabda :
)...السَّــنَةُ اثْــنَا عَشَرَ شَـهْرًا مِنْـهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَــاتٌ ذُو الْـقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَـيْنَ جُمَادَى وَشَعْـبَانَ( رواه البخاري
“…Setahun terdiri dari dua belas bulan di da-lamnya terdapat empat bulan haram, tiga dianta-ranya berurutan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan  keempat adalah Rajab yang diantarai oleh Jumadil (awal dan tsani) dan Sya’ban” (HR. Bukhari)
       Dinamakan Muharram karena tergolong bulan haram dan sebagai penekanan akan ke-haramannya.

Keutamaan Memperbanyak Puasa Sun-nah Pada Bulan Muharram :
     Dari Abu Hurairah RA ia telah berkata, Rasulullah SAW bersabda :
)أَفْضَلُ الصّـِيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ ( رواه مسلم
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram” (HR. Muslim).
      Lafadz "شهر الله" (Bulan Allah), penyandaran “Bulan” kepada “Allah” dimaksudkan sebagai bentuk pengagungan-Nya kepada bulan terse-but. Imam Alqari رحمه الله berkata: “Nampak-nya maksud dari hadits tersebut adalah ber-puasa pada seluruh bulan Muharram”.
      Akan tetapi telah diriwayatkan, bahwasa-nya Nabi r tidaklah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan saja, jadi hadits ini hanya menunjukkan keutamaan memper-banyak puasa pada bulan Muharram, bukan berpuasa dengan sebulan penuh.
       Dan telah diriwayatkan juga bahwa Nabi SAW senantiasa memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban, hal ini mungkin dikarenakan belum turunnya wahyu kepada beliau yang menjelaskan tentang keutamaan bulan Muharram kecuali pada akhir hayatnya sebe-lum beliau sempat berpuasa pada bulan tersebut. (Lihat Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi)

Sejarah ‘Asyura :
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما telah berkata:
قَدِمَ النَّبِيُّ r الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ :  )مَا هَذَا ؟( قَالُوا : "هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى" قَالَ ) فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْـكُمْ( فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ  رواه البخاري
“Setelah Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, beliau bekata: “apakah ini?”, mereka menjawab: “Ini adalah hari yang baik dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh-musuhnya hingga Musa berpuasa pada hari itu”, selanjut-nya beliau berkata: “Saya lebih berhak atas Musa dari kalian”, maka beliau berpuasa dan memerin-tahkan shahabatnya untuk berpuasa pada hari itu (HR. Bukhari).
      Sebenarnya puasa ‘Asyura telah dikenal pada zaman jahiliyah sebelum datangnya zaman nubuwwah, dari Aisyah رضي الله عنها ia telah berkata:
) أَنَّ قُرَيــْشًا كَانَتْ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ( رواه البخاري
“Sesungguhnya orang-orang jahiliyah juga ber-puasa pada hari itu…”. (HR. Bukhari)
Imam Qurthubi رحمه الله berkata: “Mungkin orang-orang Quraisy waktu itu masih berpegang dengan syariat sebelumnya seperti syariat Nabi Ibrahim u, dan juga telah diriwayatkan bahwa Nabi r berpuasa ‘Asyura di Makkah sebelum hijrah ke Madinah dan setibanya di Madinah beliau kemudian menemukan orang-orang Yahudi merayakan hari itu, maka Nabi menanyakan hal tersebut dan mereka berkata sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits yang lalu, lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk me-nyelisihi kebiasaan mereka yang menjadikan ‘Asyura sebagai hari raya, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Abu Musa t :
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَ تَـتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ r ) صُومُوهُ أَنْـتُمْ ( رواه مسلم
“‘Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menganggapnya sebagai hari raya” Maka Nabi r bersabda: “Berpuasalah kalian pada hari itu” (HR. Muslim).

EMPAT PERTANYAAN SETELAH HARI KIAMAT

EMPAT PERTANYAAN SETELAH HARI KIAMAT

Empat pertanyaan setelah hari kiamat-Setiap muslim wajib mengimani hari akhir atau hari Kiamat. Bahkan hal itu merupakan rukun iman yang kelima. Di dalam hadits-hadits shahih di terangkan bahwa setelah dunia ini hancur, manusia yang di dalam kubur dibangkitkan dan semua akan dikumpulkan oleh Allah di padang Mahsyar. Siapkah kita menghadapi peristiwa tersebut? Apa saja yang akan terjadi pada saat itu ? 
Pada saat itu manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang segala macam yang telah dilakukan selama hidup di dunia ini. Pada hari itu tidak berguna harta, anak, tidak bermanfaat apa yng dibanggakan selama di dunia ini. Pada hari itu hanya ada penguasa tunggal yaitu Allah yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada manusia, kemudian Dia menyuruh menggunakan nikmat tersebut sebaik-baiknya dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
    Karena Allah yang telah mengaruniakan nikmat-nikmat itu kepada manusia, maka sangatlah wajar apabila Ia menanyakan kepada manusia  untuk apa nikmat-nikmat itu digunakan.
Dalam sebuah hadits, Rasululah bersabda :               
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ رواه الترمذي و الدارمي
“Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratul mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan , hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia habiskan dan badannya untuk apa ia gunakan” (HR. Tirmidzi dan Ad Darimi)
1. Umur
     Umur adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari manusia. Bila kita berbicara tentang umur, maka berarti kita berbicara tentang waktu. Allah dalam Al Qur’an telah bersumpah dengan waktu “Demi masa” maksudnya agar manusia lebih memperhatikan waktu. Waktu yang diberikan Allah adalah 24 jam dalam sehari-semalam. Untuk apa kita gunakan waktu itu? Apakah waktu itu untuk beribadah atau untuk yang lain-lain yang sia-sia?
     Diantara sebab-sebab kemunduran umat Islam ialah bahwa mereka tidak pandai menggunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat, sebagian besar waktunya untuk bergurau, bercanda, ngobrol tentang hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan terkadang membawa kepada perdebatan yng tidak berarti dan pertikaian. Sementara orang-orang kafir menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga mereka maju dalam berbagai bidang kehidupan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
    Keadaan umat Islam saat ini sangat memprihatinkan. Ada diantara mereka yang tidak mengerti ajaran agamanya dan ada yang tidak mengerti ilmu pengetahuan umum. Bahkan ada di antara mereka yang buta huruf baca tulis Al Qur’an. Bila kita mau meningkatkan iman dan amal, maka seharusnyalah kita bertanya kepada diri masing-masing; sudah berapa umur kita hari ini?, dan apa yang sudah kita ketahui tentang Islam?, apa pula yang sudah kita amalkan dari ajaran Islam ini? dan apa yang telah kita sumbangkan untuk kejayaan Islam?. Janganlah kita termasuk orang yang merugi.
2. Ilmu
Yang membedakan antara muslim dan kafir adalah ilmu dan amal. Orang muslim berbeda amaliahnya dengan orang kafir dalam segala hal, dari mulai kebersihan, berpakaian, ber-rumah tangga, bermua’malah dan lain-lain. Seorang muslim diperintahkan oleh Allah dan RasulNya agar menuntut ilmu. Allah berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ الزمار :9
 “Apakah sama orang yang tahu (berilmu) dengan yang tidak berilmu?” (QS. Az Zumar:9)
    Ayat ini kendatipun berbentuk pertanyaan tetapi mengandung perintah untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu agama hukumnya wajib atas setiap individu muslim, sabda Rasulullah :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
“Menuntut ilmu (agama) adalah wajib atas setiap muslim” . )
misalnya tentang membersihkan najis. Berwudhu yang benar, cara shalat yang benar dan hal-hal yang dilaksanakan setiap hari. Karena bila ia melakukan suatu amalan ibadah yang ia sendiri tidak mengetahui ada tidaknya dalil tentang amalan tersebut baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, maka amalannya akan tertolak, Rasulullah bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه البخاري و مسلم
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan ibadah yang kami tidak perintahkan maka amalan tersebut akan tertolak” (HR. )
Disamping itu pula Allah akan bertanya kepadanya kenapa ia mengikuti apa yang tidak ketahui, seperti dalam firman-Nya :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا الإسراء:36
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya (QS. Al Isra’:36)
Ilmu yang sudah dipelajari oleh umat islam harus digunakan untuk kepentingan Islam. Ilmu yang sudah dituntut dan dipelajari wajib diamalkan menurut syari’at Islam. Ilmu tidak akan berarti apa-apa dalam hidup dan kehidupan manusia kecuali bila manusia mengamalkannya Rasulullah bersabda :
”Beramallah kamu (dengan ilmu yang ada) karena tiap-tiap orang dimudahkan menurut apa-apa yang Allah ciptakan atasnya” (HR. Muslim)
3. Harta
Rasulullah bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ رواه الترمذي و أحمد
”Bagi tiap-tiap umat itu fitnah dan sesungguhnya fitnah ummatku adalah harta” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
    Harta pada hakikatnya adalah milik Allah, harta adalah amanat Allah yang dilimpahkan kepada umat manusia agar dia mencari harta itu dengan halal, menggunakan harta itu  pada tempat yang telah ditetapkan oleh syari’at islam. Bila kita amati keadaaan umat islam saat ini, banyak kita dapati diantara mereka yang tidak lagi peduli dengan cara mengumpulkan hartanya apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram. Rasulullah telah meramalkan hal ini dengan sabdanya
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ رواه البخاري
“Nanti akan datang satu masa; di masa itu manusia tidak perduli dari mana harta itu ia peroleh, apakah dari yang halal ataukan dari yang haram” (HR. Bukhari)
    Setiap muslim harus hati-hati dalam mencari mata pencaharian hidupnya kerena banyak manusia yang terdesak masalah ekonomi lalu ia menjadi kalut hingga tidak perduli lagi harta itu dari mana ia peroleh. Ada yang memperoleh harta dari usaha-usaha yang batil, misalnya hutang tidak dibayar, korupsi, riba, merampok, berjudi dan lain sebagainya. Orang yang mencari usaha dari yang haram akan mendapat siksa dari Allah, seperti disabdakan oleh Rasulullah :
“Barangsiapa yang dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka Neraka itu lebih patut baginya (sebagi tempat) (HR. Hakim)
Harta yang kita dapat dengan cara yang halal harus pula kita infaqkan pada jalan yang benar pula. Maka wajib pula kita gunakan harta itu dalam rangka untuk menggakkan kalimat Allah di muka bumi ini.
    Di dalam Al Qur’an ada delapan golongan yang berhak mendapat zakat, yaitu para fuqara (orang fikir), masakin (orang miskin), amil (pengurus) zakat, Mua’llaf (orang yang baru masuk islam), untuk membebaskan budak, orang-orang yang berhutang, untuk perjuangan jalan Allah dan orang yang sedang dalam perjalanan. Di masa-masa sekarang ini ada beberapa kelompok yang masuk prioritas utama yang berhak mendapat infaq dan shadaqah, yaitu golongan fuqra, masakin dan orang yang di jalan Allah.
    Orang fakir adalah orang yang butuh tetapi tidak mempunyai pekerjaan sedangkan hidupnya digunakan untuk membantu agama Islam. Jadi orang fikir yang dibantu adalah orang yang memang hidupnya untuk berjuang di jalan Allah bukan pemalas yang tidak mau berusaha dan tidak melaksanakan syari’at Islam. Sedangkan orang  miskin adalah orang yang berusaha tetapi usahanya hanya mencukupi kebutuhan minimalnya dalam keluarganya untuk makan sehari-hari.
4. badan
    Manusia merupakan mahkuk yang  paling sempurna yang diciptakan Allah dimuka bumi ini. Dengan kesempurnaan susunan tubuh serta akal fikiran yang diberikan Allah, manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi, manusia dibebani taklif agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Jasmani manusia ini dituntut bekerja untuk melaksanakan fungsi khilafah dalam rangka mengabdi kepada Allah. Letihnya manusia dalam malaksanakan ibadah kepada Allah akan diganjar dengan pahala. Tetapi bila letihnya dalam rangka bermain-main, mengerjakan maksiat, perbuatan sia-sia, beribadah dengan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah, maka sia-sialah letihnya itu bahkan ada yang diganjar dengan api Neraka, karena mereka termasuk orang-orang yang celaka, sebagaimana sabda Rasulullah :
”Tiap-tiap amal (pekerjaan) ada masa-masa semangat, dan tiap–tiap masa semangat ada masa lelahnya maka barangsiapa lelah letihnya karena melaksanakan sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa lelah letihnya bukan karena melaksanakan sunnahku, maka dia termasuk orang yang binasa” (HR. Hakim dan Al Baihaqi)
    Demikianlah pada hari mahsyar masing-masing manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang telah dikerjakannya selama hidupnya di dunia. Sudah siapkah kita menjawab pertanyaan–pertanyaan yang akan ditanyakan kepada kita pada saat itu? Kalau belum kapan lagi kita mempersipkan diri kalau tidak sekarang?
Segala puji bagi Allah, Penguasa sekalian alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan atas nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.

 
bedava - Free Backlink  - www.linkdevi.comLinki Linki Free Backlinkskostenlose backlinksUnlimited Backlink ExchangeFree BacklinksUnlimited Backlink ExchangeFree Automatic LinkMultiple BacklinksStreichquartettAutomatic Backlink ExchangeHochzeitsmusik - StreichquartettHochzeitsmusik - StreichquartettFlorists LinksUnlimited Backlink ExchangeFree BacklinksFree Automatic LinkFree BacklinksPing your blog, website, or RSS feed for FreeFree Automatic BacklinkText Back Links ExchangesWeb Link ExchangeUnlimited Backlink ExchangeFree Backlinks120x90 Plugboard Backlink ExchangeUnlimited BacklinkUnlimited Backlink